PHNOM PENH - Penemuan di Kamboja ini menguatkan legenda Tarzan, manusia yang hidup di hutan belantara sendiri. Hebatnya lagi si Tarzan adalah seorang wanita bernama Rochom PNgieng. Rochom diketahui ditemukan setelah hilang selama 19 tahun di rimba belantara.
Kini seorang ahli psikologi asing, melakukan pemeriksaan terhadap kondisi Rochom PNgieng. Penemuan Rochom yang menghebohkan dunia membuat Hector Rifa, seorang anggota Psikolog Tanpa Batas, mau melakukan perjalanan ke Kamboja guna memeriksa kondisi psikologis gadis hutan itu.
"Tampaknya dia tak mem-punyai gejala-gejala penyakit kejiwaan," tutur Hector seperti dikutip dari AFP.
Hector yang hampir lima tahun menghabiskan wak-tunya di pedalaman Kamboja mengatakan, Rochom sehat-sehat saja, namun dia masih kaget dengan kehidupan ma-nusia yang baru pertama di-temuinya.
Ketika ditemukan 11 hari lalu, kondisi Rochom (Ro) sa-ngat memprihatinkan. Tanpa mengenakan pakaian dia bertingkah layaknya binatang. Sedangkan sejak dibawa kem-bali ke rumahnya, Ro sudah tiga kali mencoba untuk kem-bali ke hutan dan merobek-robek pakaian yang dikena-kannya. Dia juga kerap berteriak-teriak, mengeluar-kan suara seperti binatang di hutan. Namun demikian, mes-kipun susah, perlahan-lahan Ro mulai mengerti kehidupan manusia.
Tak sepatah kata pun dari mulut perempuan itu bisa di-pahami. Ia hanya duduk. Memandang ke kiri, kanan, kiri, kanan.
Perempuan itu akhir pekan lalu menggemparkan Kambo-ja. Ia disebut-sebut perem-puan rimba. Sal Lou (45 ta-hun) seorang polisi desa per-caya, ia adalah anaknya yang hilang 19 tahun lalu. Rochom PNgieng, begitu namanya, sekarang harusnya sudah berumur 27 tahun, kira-kira seumur perempuan itu.
Perempuan yang hingga kini di-percaya sebagai Rochom itu digambarkan sebagai separuh manusia, separuh binatang. Ia tak bisa berbicara menggu-nakan bahasa apa pun.
Ketika saya melihatnya, ia telanjang dan berjalan dalam posisi bungkuk ke depan seperti monyet Ia kurus sekali. Ia bergetar dan meraup nasi dari tanah untuk makan. Ma-tanya merah seperti mata harimau, ungkap Sal Lou, warga Distrik Oyadao, Propinsi Rattanakiri yang jaraknya 200 mil sebelah barat laut Pnom Penh, Ibukota Kamboja tempat wanita itu ditemukan. Rochom PNgieng sendiri raib pada 1988.
Saat hilang, Rochom yang baru berumur delapan tahun sedang menggembala kerbau di kawasan terpencil, Chea Bunthoeun. Ayahnya men-duga ia dibunuh binatang buas. Warga suku minoritas Pnong itu mengaku, ia menge-nali anaknya dari bekas luka di tangan kanannya. Yakni, luka tersayat pisau saat Rochom bermain pisau di masa kanak-kanak.
Penemuan si perempuan rimba terjadi gara-gara se-orang warga desa merasa ma-kan siang di kotak bekalnya hilang saat ia pergi di dekat tanah pertaniannya. Maka, ia pun memutuskan untuk me-ngamati kawasan sekitar dan matanya menandai sesosok tubuh telanjang, yang tampak seperti manusia hutan. Sosok itu mengendap-endap men-dekat untuk mencuri nasinya. Warga desa itu akhirnya me-nangkap si perempuan rimba pada 13 Januari lalu.
Sal Lou mengaku sulit ber-komunikasi dengan perempuan itu karena ia tak bicara bahasa Pnong, bahasa warga setempat. Jika tidak sedang tidur, ia cuma duduk dan me-mandang kiri-kanan, kiri-kanan, tutur Sal Lou. Bersama keluarganya, Sal Lou terus mengawasi perempuan itu. Sebab, ia sempat membuka baju dan bersiap lari kembali ke hu-tan. Kendati yakin, si perem-puan rimba adalah anak mere-ka yang hilang, Sal Lou dan istri tetap berniat melaksa-nakan tes DNA.
Kalaupun benar perempuan itu adalah Rochom, banyak pertanyaan masih belum bisa terjawab tentang keadaan saat ia hilang. Tampaknya, bakal sulit mendapatkan perjalanan hidupnya, mungkin juga tak akan pernah terungkap, se-lama 19 tahun hilang di rimba karena ketidakmampuannya berkomunikasi. Perempuan itu tampaknya menjadi anak liar (feral child), tumbuh tanpa berhubungan dengan bahasa dan perilaku manusia. Para pakar yang mempelajari masalah ini menyebut sekitar 100 kasus tentang anak-anak liar telah tercatat, mulai dari abad ke-14.
Dalam beberapa kasus, bina-tang buas, serigala, anjing, bahkan burung unta, disebut-sebut membantu mereka ber-tahan hidup. Tapi, para pakar juga sebagian memperingat-kan kemungkinan lain. Ba-nyak kasus diduga karangan belaka. Anak-anak seperti itu ketika ditemukan umumnya tak bisa berkomunikasi.
Rochom PNieng saat dite-mukan telanjang dan kotor. Rambutnya panjang dan su-dah menjadi gimbal pula. Bila lapar, ia hanya menggerutu dan memukul perut.
Anak liar paling terkenal di dunia mungkin Victor dari Aveyron yang ditemukan di hutan dekat Toulouse, Prancis Selatan pada 1797. Ia diduga berumur 12 tahun dan jadi bahan pelajaran para ilmu-wan. Namun, mereka gagal mengajarinya berbicara. Kisah Victor pun menginspirasi film Fancois Truffaut, LEnfant Sauvage pada 1970.
Kasus lain, dua anak perem-puan India, Amala dan Kama-la, ditemukan hidup di sarang serigala di rimba Bengali pada 1920. Mereka dipelihara seekor serigala betina bersama dengan dua anak serigala lain-nya. Mereka berumur sekitar 18 bulan dan 8 tahun, tam-paknya, bukan bersaudara. Keduanya berjalan empat kaki, menolak berpakaian dan hanya mau makan daging mentah.
Cerita-cerita seperti itu menggugah, bukan hanya karena anak-anak itu luar biasa, tapi lantaran nyambung dengan literatur dan mitologi. Legenda tentang Romulus dan Remus adalah tentang dua bersaudara yang dibesarkan serigala dan pergi menemukan Roma. Lalu, ada pula tokoh Mowgli, karya Rudyard Kipling, diasuh oleh binatang buas di rimba.
Sementara itu, Rochom PNieng yang ada di era kom-puter ini tampaknya kesulitan untuk menyesuaikan diri de-ngan masyarakat manusia. Ayahnya mengatakan, ia menolak mandi, memakai pa-kaian, dan makan dengan sumpit. Dia berusaha kembali ke hutan sekali.
Tidak mudah, tapi kehidu-pan menantinya, kata sang ayah dengan perasaan sayang.(hk) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar